Friday, March 13, 2009

vanish

bukan merupakan hal yang mudah untuk membiasakan diri dengan keadaan yang baru, meskipun hal itu kita inginkan sendiri.

saat gue terkadang terbawa ke memori hampir lampau, rasanya masih saja sulit untuk menguasai perasaan agar berhenti bersikap tidak penting (baca: merenung dan mengingat memori). ok gue akui itu S-U-L-I-T.

masih terlalu sering gue berfikir mengenai jejak yang masih tertinggal di pelataran pasir pantai hati gue. ombaknya belum begitu besar sehingga jejak langkah itu belum terhapus dan masih utuh. angin pun ngga cukup kencang untuk mengubah jejak langkah itu. memang hanya berubah, namun itupun sedikit.

sepertinya mata gue masih terlalu tajam untuk melihat bentuk butiran pasir yang berkumpul dan membentuk jejak langkah tersebut. dan mungkin gue masih mampu untuk menghitung jumlah pasir yang ada.

kenapa itu sulit?

ini sama saja dengan menunggu mas-mas jualan es campur di tengah hujan besar yang gue pun tau itu ngga akan lewat. tapi masih tetap menunggu. bodoh memang. iya, gue tau. sangat mengerti bahkan.

pada pertengahan stelah tragedi akhir tahun, gue berfikir bahwa energi yang dulu hilang perlahan muncul. namun ternyata itu salah.

mungkin ini semua karna ambisi gue yang kelewat batas sehingga di saat gue ngga mendapatkan angan itu dan PUFFF! semua terasa pupus.

gue seperti dipermainkan dengan pikiran&hati gue sendiri. dan itu membuat gue mudah meributkan hal yang ngga layak untuk dianggap sebagai masalah. jujur, itu menyebalkan.

SEMUANYA masih tampak nyata sekarang. itu memberi kebahagian luar biasa dan ngga lupa menggoreskan luka yang dalam. lukanya terasa basah kembali saat gue mendengar, melihat, mengetahui apapun tentang itu. bodoh rasanya masih terjebak dengan kerumunan api yang jelas akan membakar gue hidup-hidup.

kenapa logika ini berhenti bekerja saat itu menyentuh perasaan gue? pernah tau jawabannya? tolong beritau. gue butuh.

bodoh karena gue merasa bodoh hanya karna 1 hal itu.

bodoh karena gue membiarkan hal itu masih aja berkecamuk di otak gue.

mungkin itu ngga akan pernah mengerti dan memahami apa dan bagaimana rasanya gue. karena dia bukan gue. dia bukan manusia sejenis gue yang logikanya lumpuh karena hal memuakkan, yaitu sayang.

terimakasih apa masih layak untuk itu?

terimakasih untuk apa?

untuk segala tipuan? untuk semua airmata murka? untuk penusukan hati? untuk pembakaran emosi? untuk penghabisan kesabaran? untuk setiap tindakan masa bodoh? untuk akhir yang menggilakan jiwa gue?

atau masih layak diberikan terimakasih itu?

untuk kalimat yang melelehkan marah? untuk kegiatan yang membuat gue tertawa sampai mau pipis? untuk secarik surat yang memberi efek tangisan bahagia? untuk sekotak lollipop? untuk selembar kertas besar dengan tempelan ungu&merah jambu? OH! atau untuk memberi angan bisa mendaki gunung?

mungkin layak mungkin engga.

gue sangat ingin lepas dari jeratan yang membuat sekujur tubuh gue memar. gue pun ngeri melihat bekas memar berwarna ungu kebiru-biruan. gue mau sembuh.

apapun akhirnya, terserah Tuhan. baik-buruknya tergantung bagaimana gue menyikapinya nanti.

tunggu aja pelangi stelah hujan reda nanti. karena hujannya udah ngga begitu deras kok.

No comments: